Jumat, 06 Februari 2015

reinkarnasi


Reinkarnasi


Reinkarnasi (dari bahasa Latin untuk "lahir kembali" atau "kelahiran semula"[1]) atau t(um)itis, merujuk kepada kepercayaan bahwa seseorang itu akan mati dan dilahirkan kembali dalam bentuk kehidupan lain. Yang dilahirkan itu bukanlah wujud fisik sebagaimana keberadaan kita saat ini. Yang lahir kembali itu adalah jiwa orang tersebut yang kemudian mengambil wujud tertentu sesuai dengan hasil pebuatannya terdahulu.
Terdapat dua aliran utama yaitu pertama,mereka yang mempercayai bahwa manusia akan terus menerus lahir kembali. Kedua,mereka yang mempercayai bahwa manusia akan berhenti lahir semula pada suatu ketika apabila mereka melakukan kebaikan yang mencukupi atau apabila mendapat kesadaran agung (Nirvana) atau menyatu dengan Tuhan (moksha). Agama Hindu menganut aliran yang kedua.
Kelahiran kembali adalah suatu proses penerusan kelahiran di kehidupan sebelumnya. Dalam agama Hindu dan Buddha, filsafat reinkarnasi mengajarkan manusia untuk sadar terhadap kebahagiaan yang sebenarnya dan bertanggung jawab terhadap nasib yang sedang diterimanya. Selama manusia terikat pada siklus reinkarnasi, maka hidupnya tidak luput dari duka. Selama jiwa terikat pada hasil perbuatan yang buruk, maka ia akan bereinkarnasi menjadi orang yang selalu duka. Dalam filsafat Hindu dan Buddha, proses reinkarnasi memberi manusia kesempatan untuk menikmati kebahagiaan yang tertinggi. Hal tersebut terjadi apabila manusia tidak terpengaruh oleh kenikmatan maupun kesengsaraan duniawi sehingga tidak pernah merasakan duka, dan apabila mereka mengerti arti hidup yang sebenarnya.

XXI.Reinkarnasi dalam agama Buddha

Dalam agama Buddha dipercayai bahwa adanya suatu proses kelahiran kembali (Punabbhava). Semua makhluk hidup yang ada di alam semesta ini akan terus menerus mengalami tumimbal lahir selama makhluk tersebut belum mencapai tingkat kesucian Arahat. Alam kelahiran ditentukan oleh karma makhluk tersebut; bila ia baik akan terlahir di alam bahagia, bila ia jahat ia akan terlahir di alam yang menderitakan. Kelahiran kembali juga dipengaruhi oleh Garuka Kamma yang artinya karma pada detik kematiannya, bila pada saat ia meninggal dia berpikiran baik maka ia akan lahir di alam yang berbahagia, namun sebaliknya ia akan terlahir di alam yang menderitakan, sehingga segala sesuatu tergantung dari karma masing-masing.diketahui bahwa ada orang yang baik juga bisa lahir di dunia yang banyak oraang tampan

XXII.Reinkarnasi dalam Hinduisme

Dalam filsafat agama Hindu, reinkarnasi terjadi karena jiwa harus menanggung hasil perbuatan pada kehidupannya yang terdahulu. Pada saat manusia hidup, mereka banyak melakukan perbuatan dan selalu membuahkan hasil yang setimpal. Jika manusia tidak sempat menikmati hasil perbuatannya seumur hidup, maka mereka diberi kesempatan untuk menikmatinya pada kehidupan selanjutnya. Maka dari itu, munculah proses reinkarnasi yang bertujuan agar jiwa dapat menikmati hasil perbuatannya yang belum sempat dinikmati. Selain diberi kesempatan menikmati, manusia juga diberi kesempatan untuk memperbaiki kehidupannya (kualitas). Jadi, lahir kembali berarti lahir untuk menanggung hasil perbuatan yang sudah dilakukan. Dalam filsafat ini, bisa dikatakan bahwa manusia dapat menentukan baik-buruk nasib yang ditanggungnya pada kehidupan yang selanjutnya. Ajaran ini juga memberi optimisme kepada manusia. Bahwa semua perbuatannya akan mendatangkan hasil, yang akan dinikmatinya sendiri, bukan orang lain.
Menurut Hinduisme, yang bisa berinkarnasi itu bukanlah hanya jiwa manusia saja. Semua jiwa mahluk hidup memiliki kesempatan untuk berinkarnasi dengan tujuan menikmati hasil perbuatannya di masa lalu dan memperbaiki kulaitas hidupnya. Dalam kehidupan di dunia, manusia menempati strata yang paling tinggi sehingga reinkarnasi yang tertinggi adalah hidup sebagai manusia, bahkan dewa atau malaikat yang ingin sempurna hidupnya, harus turun ke dunia untuk menyempurnakan jiwatman-nya sehingga mencapaimoksa, bersatu dengan Brahman. Makhluk hidup selain manusia memiliki jiwatman yang sama. Jiwatman memiliki memori untuk mencatat dan mengenang peristiwa yang dilakukan atau dialami dalam kehidupan sewaktu masih bersatu dengan raga. Memori tersebut menghasilkan kemelekatan terdadap dunia yang terus dibawa walaupun terjadi kematian yang menyebabkan jiwatman berpisah dengan badan. Suatu saat jiwatman tersebut akan mencari raga baru yang sesuai dengan kemelekatannya pada konsepsi (janin) yang siap dimasuki roh (atman). Bila manusia mampu meniadakan kemelekatannya terhadap kehidupan dunia, maka ia akan mencapai moksa dan bersatu denganBrahman.

XXIII.Proses reinkarnasi

Pada saat jiwa lahir kembali, roh yang utama kekal namun raga kasarlah yang rusak, sehingga roh harus berpindah ke badan yang baru untuk menikmati hasil perbuatannya. Pada saat memasuki badan yang baru, roh yang utama membawa hasil perbuatan dari kehidupannya yang terdahulu, yang mengakibatkan baik-buruk nasibnya kelak. Roh dan jiwa yang lahir kembali tidak akan mengingat kehidupannya yang terdahulu agar tidak mengenang duka yang bertumpuk-tumpuk di kehidupan lampau. Sebelum mereka bereinkarnasi, biasanya jiwa pergi ke surga atau ke neraka.
Dalam filsafat agama yang menganut faham reinkarnasi, neraka dan sorga adalah suatu tempat persinggahan sementara sebelum jiwa memasuki badan yang baru. Neraka merupakan suatu pengadilan agar jiwa lahir kembali ke badan yang sesuai dengan hasil perbuatannya dahulu. Dalam hal ini, manusia bisa bereinkarnasi menjadi makhluk berderajat rendah seperti hewan, dan sebaliknya hewan mampu bereinkarnasi menjadi manusia setelah mengalami kehidupan sebagai hewan selama ratusan, bahkan ribuan tahun. Sidang neraka juga memutuskan apakah suatu jiwa harus lahir di badan yang cacat atau tidak.

XXIV. Nilai Kehidupan Dalam Buddhist

Sekitar 700 tahun yang lalu di Jepang, seorang Maha Bodhisattva, Nichiren Shonin, seorang reformis Buddhisme menuliskan sebuah surat untuk murid-muridnya, sebagai berikut :
“Kita harus menghargai semua kehidupan mulai dari yang paling bijaksana sampai yang paling rendah, serta juga kepada binatang seperti nyamuk atau mahluk lainnya. Oleh karena itu, perbuatan apa pun yang tidak menghargai kehidupan adalah sebuah kejahatan terbesar. Ketika Sang Tathagata muncul didunia saha ini, Ia menunjukkan welas asih yang besar terhadap semua kehidupan dengan membabarkan ajaranNya. Untuk menunjukkan rasa welas asihnya, Ia tidak melakukan pembunuhan untuk makanan dan minumanNya dan ini merupakan wujud ajaran pertamanya . ” ( Myomitsu Shonin Goshosoku, 1276)
Nichiren Shonin menjadikan pemahaman dan nilai-nilai ini sebagai wujud penghargaan bagi sebuah kehidupan yang mengacu pada apa yang diajarkan oleh Buddha Sakyamuni. Nilai-nilai kemanusiaan dalam Buddhisme dicerminkan dalam Pancasila Buddhis yakni; Tidak Membunuh, Tidak Mencuri, Tidak Berzinah, Tidak Berbohong, Tidak Meminum Minuman Keras. Jika kita mampu menempatkan nilai-nilai ini dalam hati, pikiran dan badan kita, maka segala kekerasan, kebencian dan pertengkaran akan terhindarkan. Saddharma Pundarika Sutra juga mengajarkan tentang "Way Of Life" melalui berbagai pembabaran dan contoh perumpamaan yang diajarkan, seperti :
  1. Sikap Menghargai dan Penghormatan terhadap semua orang, BAB. II, Upaya Kausalya, dan BAB XX, Bodhisattva Sadaparibhuta;
  2. Sikap Welas Asih terhadap semua mahluk hidup, BAB.XXV, Bodhisattva Avalokitesvara;
  3. Sikap Tidak membenci, Penghargaan dan Kesetaraan manusia, BAB.XII, Devadatta;
  4. Sikap Kejujuran dan Ketulusan, BAB.XXVIII, Bodhisattva Samantabadra;
  5. Sikap kebijaksanaan, pengertian dan keterbukaan, BAB XXVII dan BAB.XXIII, Bodhisattva Baisajaraga
Oleh karena itu tidaklah mustahil bagi mereka yang percaya dan menjalankan dengan sungguh-sungguh ajaran Sang Buddha akan menjadi seorang yang menghargai sebuah kehidupan dan nilai-nilai yang terkandung didalamnya, menjadi manusia yang penuh keluhuran budi pekerti dan prilaku. Inilah yang dikatakan “Hukumnya Agung, Manusianya Luhur.” Sikap Penghargaan terhadap nilai kehidupan diberikan pada semua hal, baik manusia, binatang, tumbuhan, mahluk lain yang kelihatan maupun tidak kelihatan, dan lingkungan alam. Dalam Dhammapada, Buddha Sakyamuni Buddha menyarankan kepada para pengikutnya untuk menempatkan penghargaan terbesar bagi kehidupan semua mahluk hidup dan mengingatkan untuk menahan diri dari melakukan kekerasan terhadap mahluk apapun juga.
“Semua orang takut akan hukuman, semua orang takut akan kematian, sama halnya seperti kamu. Oleh karena itu janganlah membunuh atau menyebabkan pembunuhan. Semua orang takut akan hukuman, semua orang mencintai kehidupan, sama halnya
seperti kamu. Oleh karena itu janganlah membunuh atau menyebabkan pembunuhan.” (Dhammapada 129-130)
Nichiren Shonin hidup dalam sebuah masyarakat yang sering terlibat dalam peperangan, pembunuhan dan segala bentuk kekejaman. Ia mendasarkan diri pada Saddharma Pundarika Sutra, dan mengajarkan bahwa sudah sepantasnya semua mahluk hidup saling hormat menghormati. Karenanya meskipun Beliau mengalami beberapa kali tindakan kekerasan, Ia tidak membalas dengan kekerasan pula, bahkan Ia berusaha memberikan kesadaran bagi mereka yang melakukan kekerasan kepadaNya.
Ini karena semua mahluk mempunyai potensi untuk mencapai “KeBuddhaan” atau “Yang Tersadarkan.” Orang “Yang Tersadarkan” adalah seseorang yang penuh dengan keindahan, welas asih, dan kebijaksanaan yang menyinari seluruh alam semesta, mereka bagaikan permata harapan yang tak ternilai atau seperti indahnya bunga teratai. Maka itu jauhkanlah segala kekerasan disekelilingnya atau yang diarahkan kepadanya, Nichiren Shonin menegaskan tentang nilai kehidupan dengan menyatakan:
“…..dalam kehidupan ini, hidup itu adalah harta yang paling bernilai dari semua harta. Bahkan semua harta yang ada dialam semesta ini tidak dapat dibandingkan dengan nilai kehidupan itu.”(Jiri Kuyo Gosho, 1275)
Dalam Buddhisme terdapat Empat Janji Agung Bodhisattva yang menjadi Jalan Pelaksanaan untuk mencapai KeBuddhaan yakni :
1. Kesadaran Diri adalah tak terhingga, kami berjanji untuk menyelamatkan seluruh mahluk hidup. Mahluk hidup mencakupi semua aspek kehidupan; manusia, bukan manusia, tumbuh-tumbuhan, binatang, air, udara dan alam sekitarnya. Kita harus menghargai segala bentuk kehidupan dengan turut melestarikannya, menjaga lingkungan, menciptkan lingkungan yang lebih baik.
2. Hawa Nafsu kami adalah tidak terbatas, kami berjanji untuk mengalahkan mereke semua. Hawa nafsu yang tidak terkontrol akan menyebabkan penderitaan baik bagi diri sendiri maupun orang lain, karena itu kita harus berusaha menjadi “Tuan” dari hawa nafsu bukan “Budak” dari hawa nafsu kita.
3. Ajaran Sang Buddha adalah tidak terjangkau, kami berjanji untuk mempelajari semuanya. Sebagai murid Sang Buddha sudah seharusnya kita mempelajari semua ajaranNya dengan baik dan berusaha untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
4. Jalan KeBuddhaan adalah tidak ada bandingannya, kami berjanji untuk mencapai Jalan Kesadaran. Manusia yang telah mencapai Kesadaran, akan menjadi permata bagi lingkungan sekitarnya, sehingga segala kebaikan, kedamaian dan kebahagiaan akan tercapai.


Akhir proses reinkarnasi


Selama jiwa masih terikat pada hasil perbuatannya yang terdahulu, maka ia tidak akan mencapai kebahagiaan yang tertinggi, yakni lepas dari siklus reinkarnasi. Maka, untuk memperoleh kebahagiaan yang abadi tersebut, roh yang utama melalui badan kasarnya berusaha melepaskan diri dari belenggu duniawi dan harus mengerti hakikat kehidupan yang sebenarnya. Jika tubuh terlepas dari belenggu duniawi dan jiwa sudah mengerti makna hidup yang sesungguhnya, maka perasaan tidak akan pernah duka dan jiwa akan lepas dari siklus kelahiran kembali. Dalam keadaan tersebut, jiwa menyatu dengan Tuhan (Moksha ).

0 komentar:

Posting Komentar